Jakarta, 23 Juni 2025 – Upaya meratakan akses pendidikan di Indonesia terus menjadi fokus pemerintah, salah satunya melalui kebijakan sistem penerimaan murid baru (SPMB) yang terus berevolusi. Tujuan utama dari setiap perubahan ini adalah untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, terlepas dari latar belakang ekonomi atau lokasi geografis. Namun, dalam proses meratakan akses pendidikan, berbagai tantangan kompleks harus dihadapi dan diatasi.
Sistem SPMB terbaru, yang akan berlaku mulai tahun ajaran 2025/2026, merupakan kelanjutan dari upaya sebelumnya, termasuk sistem zonasi. Meskipun sistem zonasi sempat menimbulkan pro dan kontra, esensinya adalah untuk mendorong meratakan akses pendidikan dengan mengurangi konsentrasi siswa-siswa unggulan di sekolah tertentu. SPMB yang baru ini akan menekankan faktor jarak rumah ke sekolah sebagai salah satu kriteria utama, namun tidak lagi sebagai satu-satunya penentu mutlak, memberikan ruang bagi pertimbangan lain. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 15 Mei 2025 menyatakan bahwa SPMB baru ini juga akan melibatkan lebih banyak sekolah swasta dalam proses penerimaan, memperluas pilihan bagi masyarakat.
Tujuan lain dari meratakan akses pendidikan melalui SPMB adalah untuk mendorong pembangunan dan pemerataan kualitas sekolah. Dengan distribusi siswa yang lebih merata, diharapkan tidak ada lagi sekolah “favorit” dan “non-favorit” yang ekstrem. Hal ini akan memotivasi pemerintah daerah untuk meningkatkan fasilitas, kualitas guru, dan sarana prasarana di semua sekolah, termasuk yang sebelumnya kurang diminati. Jika semua sekolah memiliki kualitas yang standar, maka lokasi tidak lagi menjadi penghalang bagi anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik.
Namun, tantangan dalam meratakan akses pendidikan ini tidaklah sedikit. Pertama, kualitas guru yang belum merata di seluruh Indonesia. Sekolah di daerah terpencil seringkali kekurangan guru berkualitas atau spesialis mata pelajaran tertentu. Kedua, infrastruktur dan fasilitas sekolah yang masih timpang. Banyak sekolah, terutama di daerah pelosok, masih menghadapi keterbatasan fasilitas dasar seperti perpustakaan, laboratorium, atau bahkan sanitasi yang layak. Ketiga, kesadaran dan partisipasi masyarakat. Dibutuhkan sosialisasi yang masif agar masyarakat memahami tujuan dan mekanisme SPMB baru, serta turut serta mendukung implementasi kebijakan ini.
Meskipun tantangan ini besar, meratakan akses pendidikan adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah, kolaborasi dengan berbagai pihak, serta pemahaman dan dukungan dari masyarakat, diharapkan sistem SPMB yang baru ini dapat menjadi langkah signifikan menuju pendidikan yang lebih adil dan berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.